Suara
Mahasiswa Terkait Kewajiban Menulis Karya Ilmiah
sebagai
Syarat Kelulusan
Mahasiswa saat ini
sedang digemparkan oleh salah satu surat yang kini telah beredar kepelosok
Indonesia mengenai kebijakan Dirjen Dikti menulis karya ilmiah sebagai syarat
kelulusan kini berbuah menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa. Pada
umumnya hal yang wajar apabila suara mahasiswa terkait kebijakan Dirjen Dikti ada yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun
tak sedikit juga yang menolak. Oleh karena itu, tidak heran apabila
para mahasiswa di Indonesia menentang kebijakan Dirjen Dikti. Akan tetapi, sepakat dan tidak sepakat bukan menjadi persoalan yang paling terpenting adalah solusi apa yang meski para mahasiswa suarakan mengenai masalah ini. Menurut Guru Besar Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Yos Johan Utama menilai kebijakan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengenai syarat pembuatan makalah ilmiah untuk kelulusan adalah hal yang baik. Namun, menurutnya realisasi itu memerlukan sarana. “Hal itu bagus, tetapi seharusnya disiapkan dulu sarananya,” katanya. Ia setuju dengan kebijakan tersebut karena dapat menghindari plagiarisme dan dapat menumbuhkan minat menulis mahasiswa. Namun, ia menyarankan agar Dirjen Dikti menunda dulu realisasinya sambil menunggu sarana siap”.
Selain Prof Yos Johan Utama,
penyambutan hangat pun dilakukan oleh Rektor Universitas Surabaya (Ubaya) Prof. Joniarto Parung memiliki pendapat lain mengenai
surat edaran Dirjen Dikti. Menurut dia, publikasi makalah di jurnal ilmiah
memang bertujuan bagus, yakni mendongkrak karya ilmiah di kampus. Tapi, caranya
dinilai kurang tepat. "Sangat reaktif," ujarnya.
Mungkin wacana mengenai kewajiban menulis jurnal ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S1, S2, dan S3 masih belum banyak terdengar di kalangan mahasiswa. Maklum, surat edaran saja baru beredar di PTS dan PTN Indonesia pada 27 Januari lalu. Namun, beragam reaksi sudah mulai ditunjukkan dari beberapa PTN dan PTS terkait. Beberapa setuju, dan mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun tak sedikit juga yang menolak.
Mungkin wacana mengenai kewajiban menulis jurnal ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S1, S2, dan S3 masih belum banyak terdengar di kalangan mahasiswa. Maklum, surat edaran saja baru beredar di PTS dan PTN Indonesia pada 27 Januari lalu. Namun, beragam reaksi sudah mulai ditunjukkan dari beberapa PTN dan PTS terkait. Beberapa setuju, dan mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun tak sedikit juga yang menolak.
Pernyataan di atas mengenai kebijaksanaan Dirjen Dikti terkait membuat
jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan, seakan disambut hangat oleh keduanya. Namun beda halnya dengan
perwakilan Mahasiswa UNICOM lubnamelia “Kemungkinan besar saya
kurang setuju terkait penulisan jurnal. Hal yang patut kita khawatirkan adalah
jurnal “abal-abal” yang kemungkinan akan muncul jika kebijakan dari dirjen
dikti ini terlaksana. Bagaimana tidak, saat ini sistem infrastruktur negara kita
masih dipertanyakan, apalagi untuk proses seleksi dan penyaringan dari
kemungkinan plagiarisme. Dengan banyaknya jumlah mahasiswa yang ada di
Indonesia.
Ketiga pendapat di atas terkait mengenai surat kebijaksanaan Dirjen Dikti
yang mewajibkan untuk menulis jurnal bagi S1,S2 dan S3. Ada yang pro ada juga
yang kontra, itu hal biasa dalam pandangan seseorang.
Akan tetapi bagi saya pribadi, itu sah-sah saja dalam artian saya setuju
dengan kebijaksanaan Dirjen Dikti. Akan tetapi perlu ditekankan bahwasannya
harus ada sarana khusus untuk mengirimkan jurnal tersebut sehingga sah termuat.
Seperti halnya pendapat Yos Johan Guru Besar Hukum Acara Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, yang menyatakan kesetujuannya asalkan
disediakan sarana atau fasilitas.
Nah, pada dasarnya menurut saya kebijakan ini sebuah penghormatan bagi para
mahasiswa agar senantiasa mengembangkan kembali budaya menulis di Indonesia.
Mengapa tidak kita selaku mahasiswa yang dikenal sebutan seorang ilmuan
kembali melestarikan keterampilan menulis. Ingat kita sebagai mahasiswa harus
berperan aktif dalam membuat karya ilmiah, walaupun tercatat mahasiswa di
Indonesia sangat minim dalam memaparkan sebuah tulisan dibandingkan dengan
negara kecil seperti Malaysia. Banyak sekali jurnal-jurnal hasil karya
mahasiswa Malaysia yang dimuat oleh lembaga pendidikan.
Maka dari itu, mulailah Dirjen Dikti ingin mengesahkan kewajiban menulis
jurnal, yang pada umumnya bertujuan agar senantiasa mengembangkan
kopetensi dengan negara lain. Meskipun seharusnya Dirjen Dikti harus kembali
memberikan sebuah pernyataan yang relevan, dan mendeskripsikan jurnal seperti
apa yang layak dimuat oleh para mahasiswa sebagai syarat kelulusan itu. Selain
itu, Dirjen Dikti mengadakan seminar-seminar gratis atau
pelatihan khusus bagi mahasiswa dalam proses pembuatan jurnal yang tujuannya
agar mahasiswa tidak kerepotan serta tidak merasa terbebani saat pengesahan
penulisan jurnal ini terakreditasi. Yang paling penting memberikan sarana/media khusus bagi para mahasiswa dalam mengirimkan
jurnal ilmiahnya tersebut. Dengan itu semua keputusan Dirjen Dikti akan
mendapatkan tempat khusus di hati mahasiswa. Walupun tidak menuntut
kemungkinan, dengan diakreditasikannya kebijakan menulis, akan banyak mahasiswa
yang istilahnya plagiarisme. Itu baru kemungkinan dan belum pasti.
Bagi saya kebijakan ini sebagai tantangan untuk senantiasa menulis
dan menulis. Hal positif yang saya emban terkait kebijaksanaan ini adalah
bahwasannya saya tidak harus diam saja tanpa menggoreskan sebuah tulisan, saya
sebagai mahasiswa meskinya khawatir apabila tidak bisa menulis. “Kalo hari
gini nggak bisa nulis, so gak usah khawatir...”. Ingat, menulis tidak hanya
memerlukan bakat. Yang lebih penting dari itu semua adalah mahasiswa harus
memulai latihan, latihan dan latihan menulis. Tentu saja, didukung dengan rajin
menimba ilmu dari mana saja dan dari siapa saja, dan satu lagi yang terpenting
membaca pun harus dijadikan budaya.
Oleh karena itu suara
saya Terkait Kewajiban Menulis Karya
Ilmiah sebagai Syarat Kelulusan, akan saya sambut dengan hangat selama pihak
Dirjen Dikti mengimplementasikan permintaan saya yang dapat dijadikan sebuah
masukan bagi para Dirjen Dikti sebelum mengakreditasikan kebijaksanaannya itu.
( ***UMRISTA )
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com
pendapat mengenai pengesahan dirjen dikti terkait jurnal
Apakah keputusan tentang hal tersebut tidak terlalu mendadak ???
BalasHapusperlu perencanaan yang matang, seharusnya pemerintah melakukan pembenahan terlebih dahulu, persiapan dalam menyambut "MENULIS KARYA ILMIAH SEBAGAI SYARAT KELULUSAN".
Terimakasih anda orang pertama yang mengomentari tulisan saya...
BalasHapusSaya setuju dengan pendapat anda bahwa pemerintah seharusnya melakukan pembenahan..,akan tetapi sudah saatnya kita sebagai mahasiswa senantiasa menjadikan menulis sebagai budaya yang patut dikembangkan.Kesimpulannya bukan hanya pemerintah yang meski mempersiapkan penyambutan "MENULIS KARYA ILMIAH"akan tetapi sebelum pemerintah mengadakan persiapan alangkah baiknya kita sebagai mahasiswalah yang meski mempersiapkan kebijakan pemerintahan tersebut.