Rabu, 21 Maret 2012

“Nilai-Nilai Islam dalam Novel Perempuan Suci Karya Qaisra Shahraz Sebagai Media Pembentuk Karakter (Analisis Isi Novel Perempuan Suci Karya Qaisra Shahraz)

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini dunia pendidikan digemparkan oleh pendidikan  karakter. Seolah-olah pendidikan karakter menjadi bahan perbincangan yang sangat hangat dan menarik. Banyak pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan karakter, seminar karakter dan lain-lain. Selain itu banyak media yang bisa digunakan oleh seseorang  untuk menyampaikan pendidikan karakter tentang nilai-nilai islam. Media yang bisa digunakan adalah media cetak, baik dalam bentuk media massa seperti surat kabar, majalah, atau buku. Selain media, nilai-nilai islam juga bisa menggunakan ragam metode, yang di antaranya adalah metode bil al-qalam, dan salah satu bentuknya berupa novel. Semua pesan yang datang dari media massa dikomunikasikan oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan penambah wawasan mereka. Dengan kekuatan informasi yang disampaikan melalui media massa, maka aktivitas  bi al-qolam penting untuk masuk ke dalam wilayah tunjauan nilai-nilai islam sebagai media membentuk karakter.
Ketua perhimpunan sastra Islam, Abdullah Al-Arini menyatakan bahwa novel yang berbau nilai-nilai islam lebih tepat disebut novel Islam, cakupannya lebih luas. Salah satu tujuan kemunculan novel Islami adalah menjadi pilihan bagi novel yang selama ini beredar dan kebanyakan tidak memiliki misi yang jelas. Ia berharap teknik penulisan novel dimanfaatkan untuk menyebarkan akhlak muliaterkait nilai-nilai islam sebagai pembentuk karakter.
Dalam sebuah novel Perempuan Suci terkandung banyak nilai-nilai islam. Di antara nilai-nilai Islam yang ada dalam sebuah novel Perempuan Suci adalah pesan kebudayaan, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Unsur-unsur tersebut saling berhubungan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh untuk media pembentuk karakter yang sangat berguna bagi pembacanya sebagai media  pembentuk karakter.
Cerita yang disajikan dalam novel, terdiri dari banyak tokoh yang memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Novel ini merupakan media yang tepat sebagai penyaluran nilai-niali islam  kepada siapa saja yang ingin mengetahui pemahaman atau pemikiran Islam tentang adat yang secara turun-temurun sebagaimana yang terdapat di Negara  Pakistan.
Berdasarkan fenomena di atas tentang pendidikan karakter, penulis menganggap bahwa novel Perempuan Suci bisa menjadi alternatif dalam mendokrin nilai-nilai islam yang bisa diterima oleh khalayak banyak, serta bisa dijadikan bahan ajar di pendidikan formal. Pembentuk karakter dalam novel Perempuan Suci diantaranya; Pertama, nilai aqidah. Kedua, nilai akhlaq. dan Ketiga, nilai syariat. Dan novel Perempuan Suci juga bisa sebagai bahan bacaan yang bisa dijadikan sebagai hiburan ditengah-tengah kesibukan sehari-hari, sumber tambahan informasi, dan lain-lain. Selain itu juga bisa menjadi penyemangat untuk menumbuhkan motivasi dan juga bahan renungan yang berguna agar kita bisa terhindar dari perilaku yang bisa menimbulkan penyesalan dan kerugian.
Oleh karena itu untuk mengamati isi cerita dari novel tersebut serta untuk mengetahui lebih mendalam, penulis ingin meninjau lebih lanjut tentang; Pertama, sejauh mana strategi penyampaian nilai ke-Islaman dalam Novel Perempuan Suci. Kedua,  mengenai penokohan dan karakter semua tokoh yang terdapat dalam Novel Perempuan Suci. Dalam hal ini penulis mempunyai rumusan judul: “Nilai-Nilai Islam dalam  Novel Perempuan Suci Karya Qaisra Shahraz Sebagai Media Pembentuk Karakter (Analisis Isi Novel Perempuan Suci Karya  Qaisra Shahraz)".
   
B.    Batasan Masalah
Agar kajian ini tidak terlalu luas, maka penulis membatasinya yaitu sebagai berikut:
1.    Nilai-niali islam
2.    Tinjauan isi, dan
3.    Pembentuk karakter
C.    Perumusan Masalah
Untuk merumuskan masalah di atas, dapat diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimana nilai-nilai islam yang terdapat dalam Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz
2.    Bagaimana bentuk media pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai Islam novel Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz
3.    Bagaimana kesesuaian nilai-nilai Islam dalam novel Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz terhadap pendidikan karakter?

D.    Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1.    Dapat mendeskripsikan nilai-nilai islam yang terdapat dalam Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz
2.    Mendapatka media pembentukan karakter berdasarkan nilai-nilai Islam novel Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz
3.    Mendapatkan kesesuaian nilai-nilai Islam dalam novel Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz terhadap pendidikan karakter?

E.    Manfaat Kajian
1.    Secara Teoritis: Diharapkan mahasiswa dapat tertarik, mengkaji kembali lebih mendalam dan semata-mata agar nilai-nilai islam senantiasa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2.    Secara Akademis: Penulis diharapkan menambah hasanah ilmu pengetahuan tentang nilai-nilai islam novel sebagai media untuk membentuk karakter.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS NILAI-NILAI ISLAM

A.    Karakter
1.    Pengertian Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang  terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat dan  karakter bangsa.
Selain itu,  karakter pada dasarnya adalah mencakup pengembangan substansi, proses dan suasana atau lingkungan yang menggugah, mendorong dan memudahkan seseorang untuk mengembangkan kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, karakter bersifat inside-out, dalam arti bahwa perilaku yang berkembang menjadi kebiasaan baik ini terjadi karena adanya dorongan dari dalam, bukan karena adanya paksaan dari luar.
Dalam pembentukan karakter, mengetahui apa yang baik saja tidak cukup. Yang sangat penting adalah menyemaikan kebaikan tersebut di hati dan mewujudkannya dalam tindakan, perbuatan dan/atau perilaku. (Rakhmat, 2001:89)

2.    Ciri-ciri Karakter
Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada Sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini, antara lain: (1) cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya; (2) tanggung jawab, disiplin, dan mandiri; (3) jujur; (4) hormat dan santun; (5) kasih saying, peduli, dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati, dan (9) toleransi, cinta damai, dan persatuan.
3.    18 Pilar Pendidikan Karakter
1)    Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2)    Jujur   
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan dan pekerjaan.
3)    Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, susku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lainyang berbeda dari dirinya
4)    Disiplin
Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5)    Kerja keras
Menunjukan upayasungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6)    Kreatif   
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7)    Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8)    Demokrasi
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain.
9)    Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10)    Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di ataas kepentingan diri dan kelompoknya.
11)    Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12)    Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan Sesutu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13)    Bersahabat/ Komunikatif
Tindakan yang memperllihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14)    Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15)    Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16)    Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam disekitarnya, dan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17)    Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18)    Tanggung Jawa
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

B.    Sastra
1)    Pengertian Sastra
Sastra adalah pengungkapan masalah hidup, filsafat, dan ilmu jiwa. Sastra adalah kekayaan rohani yang dapat memperkaya rohani. Sastrawan dapat dikatakan sebagai ahli ilmu jiwa dan filsafat yang mengungkapkan masalah hidup, kejiwaan, dan filsafat bukan dengan cara teknis akademis melainkan melalui tulisan sastra. Perbedaan sastrawan dengan orang lain terletak pada kepekaan sastrawan yang dapat menembus kebenaran hakiki manusia yang tidak dapat diketahui oleh orang lain (Darma, 1984: 52). Karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang (Selden, 1985: 52).

2)    Ciri-ciri Karya sastra
Dengan mempertimbangkan ploblematika dalam mendefinisikan karya sastra di atas, maka hakikat karya sastra dicoba untuk dilihat dalam rangka komunikasi karya sastra secara menyeluruh, baik sastrawan-karya sastra-alam-pembaca. Ada empat ciri umum pengertian sastra yang akan diuraikan sebagai berikut.
Pertama, kebanyakan orang mengidentifikasikan karya sastra dalam satu definisi yang umum. Bukan berarti tidak boleh mendefinisikan karya sastra secara umum, tetapi perlu dipertimbangkan adanya kenyataan bahwa ada berbagai jenis karya sastra. Keberadaan karya sastra lebih tepat jika didekati dengan klasifikasi seperti yng dilakukan dalam ilmubiologi, yakni pembagian kelas, species, ordo, dan sebagainya. Bukan berarti bidang sastra harus menggunakan nama-nama seperti yang mereka gunakan, tetapi prinsip kerjanya yang harus ditiru.
Selain bersifat umum karya sastra juga bersifat khusus, bahkan perseorangan. Dikarenakan bersifat umum karena semua karya sastra seharusnya dapat dibedakan dengan bentuk hasil-hasil seni atau kebudayaan lainnya, seperti seni patung, seni tari, seni lukis, seni rupa, dan pidto. Karya sastra bersifat khusus karena karya satra bisa dibedakan atas puisi, prosa, dan drama. Kita akan setujua apabila setiap jenis karya sastra itu tidak sama satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan orang gagal jika akan mengidentifikasikan karya sastra secara umum. Terlebih bila kita mau membagi-bagi lagi. Puisi dapat dibedakan atas puisi naratif, ekspresif, impresif, ide atau jenis puisi yang lainnya. Prosa dapat dibedakan atas cerpen, novelet, novel, roman atau jenis pembagian yang lain.
Kedua, definisi karya sastra hanya didasarkan pada satu sudut pandang saja. Kita tidak mendefinisikan karya sastra berdasarkan situasi kesusastraan: sastrawan- karya sastra-alam- pembaca. Sebagai contoh, dalam hubungannya karya sastra dengan alam, ada orang menyatakan bahwa karya sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi. Ternyata definisi yang demikian juga terdapat dalam laporan di Koran-koranyang ditulis secara kreatif, misalnya laporan Emha Ainunu Nadjib tentang peristiwa Tragedi Terowongan Mina. Meskipun mirip dengan sebuah cerpen, masyarakat tidak menamakan cerita Emha Ainun Najib sebagai karya sastra.
Ketiga, dalam mendefinisikan hakikat karya sastra, definisi hanya didasrkan pada definisi evaluative. Orang mendefinisikan dengan memasukan keinginan untuk menilai apakah sebuah karya tulis termasuk karya sastra yang baik atau tidak. Hal ini pula yang yang menyebabkan kegagalan orang untuk mengakui Arjuna Mencari Cinta dan Arjuna Wiwaha karya Yudhistira Ardi Nugraha sebagai karya sastra. Dipihak lain, kitab Arjuna Wiwaha karangan Mpu Kanwa dimasukkan dalam karya sastra. Hal yang sama juga terjadi pada nasib cerpen-cerpen dikumpulan cerpen remaja, seperti Aneka dan Anita Cemerlang, maupun cerpen di Gadis dan Nova.
Keempat, banyak definisi karya sastra di Indonesia diambil dari contoh-contoh dan definisi-definisi karya sastra Barat. Sejarah dan perkembangan sastra di Barat berbeda dengan sejarah dan perkembangan sastra di Indonesia. Estetika yang dianut orang Barat juga tidak selalu sama dengan yang kita anut. Apalagi, di Barat terlebih dahulu mengalami kemajuan dibidang tradisi tulis. Oleh krena itu, definisi yang diambil dari Barat tidak atau kurang memerhatikan bentuk-bentuk khusus dari karya sastra yang kita miliki. Kita memiliki sastra yang mempunyai estetika tersendiri. Tembang di Jawa misalnya, mempunyai laras, guru lagu, guru wilangan, atau kriteria keindahan yang berbedadengan di dunia Barat.

C.    Novel
1.    Pengertian Novel
Untuk memahami pengertian novel berikut ini penulis kutipkan beberapa definisi novel dari para ahli kesusastraan.
Dalam The Advenced Learner’s Dictionary dilukiskan bahwa   novel merupakan suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih yang menggarap kehidupan pria atau wanita yang bersifat imajinatif (dalam Tarigan 1998 : 164).
Esten (1996 : 12) mendefinisikan novel sebagai pengungkapan dari pragmen kehidupan manusia dari jangka lebih panjang dimana konplik-konplik yang pada akhirnya menyebabkan perubahan perilaku hidup para pelakunya.
Dalam “The American Collage Ductionary” bahwa novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang refresentatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut (dalam Tarigan, 1998 : 164)


2.    Ciri-ciri Novel
Untuk menentukan ciri-ciri novel berikut ini penulis kutipkan dari pendapat Tarigan (1998 : 170) sebagai berikut :
1)    Jumlah kata Minimal 35.000 kata
2)    Jumlah halaman minimal 100 halaman kuarto
3)    Waktu minimal untuk membaca 2 jam
4)    Pelakunya lebih dari satu orang
5)    Menyajikan lebih dari satu impresi
6)    Menyajikan lebih dari satu emosi
7)    Skalanya lebih luas
8)    Seleksinya lebih longgar
9)    Kelajuan ceritanya lebih lambat
10)    Unsur-unsur kepadatan dan intensitasnya tidak terlalu diutamakan.

3.    Macam-macam Novel
Novel dapat diklasifikasikan berdasarkan macamnya menurut Muhtar Lubis (Lubis 1960 : 31-32 dalam Tarigan 1986 : 165) cerita novel atau roman ada bermacam-macam antara lain :
1)    Roman Avontur  Novel avontur merupakan novel yang menceritakan tokoh dengan berbagai peristiwa secara teratur dan dinamis mencapai puncak cerita dan klimak.
2)    Roman Psiokologis Bentuk novel Psikologis yaitu Perhatiannya tidak ditujukan pada petualang atau avontur yang berturut-turut terjadi tetapi lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku.
3)    Roman Sosial dan Roman Politik Novel sosial merupakan novel yang melukiskan kehidupan masyarakat dari berbagai jenis golongan yang menyangkut persoalan-persoalan sosial masyarakat dengan berbagai peristiwa-peristiwa yang berlaku dimasyarakat itu sendiri. Tokoh merupakan perwakilan dari elemen masyarakat yang terlibat langsung dalam konflik-konflik kemasyarakatan.
4)    Roman Kolektif. Inilah bentuk novel yang paling sukar dan bayak seluk beluknya. Seperti juga dalam novel sosial, maka dalam novel kolektif individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi hal ini lebih tajam lagi dalam novel kolektif. Novel kolektif tidak terutama membawa “cerita” tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas secara keseluruhan. Novel seperti ini mencampuradukan pandangan-pandangan antropologi dan sosiologi dengan cara mengarang novel atau roman.
Dari bermacam-macam novel di atas, novel Perempuan Suci termasuk novel kolektif dikarnakan novel Perempuan Suci bayak seluk beluknya. Seperti juga dalam novel sosial, maka dalam novel kolektif individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi hal ini lebih tajam lagi dalam novel kolektif. Novel kolektif tidak terutama membawa “cerita” tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas secara keseluruhan. Novel seperti ini mencampuradukan pandangan-pandangan antropologi dan sosiologi dengan cara mengarang novel atau roman.

D.    Nilai-nilai Islam
1.    Pengertian Nilai-nilai Islam
Nilai adalah standart tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai bagian dari potensi manusiawi seseorang, yang berada dalam dunia rohaniah (batiniah, spiritual), tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai-nilai Islam atau nilai keislman adalah: Nilai-nilai keislaman merupakan bagian dari nilai material yang terwujud dalam kenyataan pengalaman rohani dan jasmani. Kebenaran dan kebaikan agama mengatasi rasio, perasaan, keinginan, nafsu-nafsu manusiawi dan mampu melampaui subyektifitas golongan, ras, bangsa, dan stratifikasi sosial.
Pada garis besarnya semua  nilai-nilai islam merujuk pada sumber hukum utama Al-Kitab sebagai pedoman. Ajaran  tertua dalam Al-Kitab dan dijabarkan oleh pengikutnya. Dari uraian-uraian tersebut, jelas bahwa nilai k-nilai islam merupakan penyampaian ajaran Allah SWT kepada umat manusia dimuka bumi ini agar manusia hidup bahagia di dunia dan di akhirat kelak.

2.    Unsur-unsur Nilai-nilai Islam
Unsur-unsur nilai-nilai Islam terbagi menjadi “segi normatif” dan “segi operatif”. Segi normatif menitik beratkan pada pertimbangan baik buruk, benar salah, hak dan batil, diridhoi atau tidak. Sedangkan segi operatif mengandung lima kategori yang menjadi prinsip standarisasi prilaku manusia, yaitu baik buruk, setengan baik, netral, setengah buruk dan buruk.
(Jamaludin Kafie, 1993:31)

3.    Tujuan dan Nilai-nilai Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup.Misalnya menjadi sesesorang yang berahlaq mulia misalnya berbakti kepada orang tua, taqwa, jujur, sabar dan lain sebagainya dan menjauhi ahklak yang tidak terpuji misalnya mencuri, mencaci, menyekutukan Alloh dan lain sebagainya.

BAB  III
METODELOGI PENULIS

A.    Metode Kajian
Penulisan ini menggunakan metode analisis isi (content analysis). "Yakni untuk memperoleh keterangan dari isi komunikasi yang di sampaikan dalam bentuk lambang atau tulisan" (Rakhmat, 2001:89). Sehingga dapat diketahui kualitas nilai-nilai Islam dalam novel Perempuan Suci. Dengan metode ini penulisan mencoba mengkaji data-data berupa kalimat, paragraf dan keseluruhan isi nilai-nilai Islam dalam novel Perempuan Suci sebagai media pembentukan karakter .

B.    Teknik Pengumpulan Data
1.    Studi dokumentasi, yaitu cara meneliti novel Perempuan Suci.
2.    Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan sumber rujukan untuk menganalisis pesan religius dari berbagai buku.

C.    Teknik Analisis Data
1.    Mengelompokan bagian dari novel perempuan suci yang mengandung aspek-aspek islam
2.    Memperkuat bagian dari novel perempuan suci dengan menggunakan Ayat-ayat  Al-Qur’an.

BAB IV
TINJAUAN  ISI NILAI KE-ISLAMAN
NOVEL PEREMPUAN SUCI KARYA QAISRA SHAHRAZ

A.    Gambaran Novel Perempuan Suci
Novel karya Qaisra Shahraz ini merupakan novel relegius yang merajut gemuruh kisah dramatis tentang intrik keluarga, nafsu, yang dipaksakan atas nama agama dan romantika tentang cinta. Di dalamnya memuat pesan-pesan moral spiritual pembangun jiwa yang berisi tentang adat istiadat yang kuno dan pengorbanan cinta. Novel ini telah lima kali dicetak ulang selama 2006-2007.
Cerita yamg diawali dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang muncul seperti berikut: Apakah Zarri Bano perempuan muda yang cantik jelita, gemerlap, bisa hidup menikmati dirinya sebagai Perempuan Suci (Shahzadi Ibadat)? Apakah benar tradisi yang diyakini oleh Habib Khan ayahnya Zarri Bano, bukan sebuah kejahatan untuk putrinya Zarri Bano? Apa yang terjadi pada Zarri Bano ketika adiknya Ruby menikahi Sikander yang tidak lain adalah pria yang pertama kali memikat hatinya dan sebagai mantan tunangannya?
Inilah deretan pertanyaan yang dihadapi Zarri Bano ketika dia dipaksa menjadi Perempuan Suci oleh ayahnya (Habib Khan) karena pada saat itu Jafar, adik laki-lakinya Zarri Bano penerus martabat ayah mereka satu-satunya tewas dalam kecelakaan. Ini berarti dia tidak boleh menikah, karena satu-satunya yang boleh dia nikahi adalah Al-Qur’an. Dan sekalipun Zarri Bano memberontak, untuk menolak dirinya menjadi Perempuan Suci (Shahzadi Ibadat), Namun keputusan ayahnya yang ingin menjadikan Zarri Bano menjadi Shahzadi Ibadat tidak bisa di bantah lagi, karena tradisi ini adalah tradisi yang di yakini ayah dan kakeknya dan semua orang pada zaman dahulu sampai zaman modern saat ini.
Dalam novel Perempuan Suci, berbagai tantangan kesedihan, puncak kekecewaan, amarah, dan perang bathin Zarri Bano tersembunyi rapih dibalik Burqa hitam yang membungkus tubuhnya, dan membatasinya dengan dunianya.
Penafsiran Sikander mengenai Zarri Bano menjadi Perempuan Suci semakin membuat Sikander bingung dan marah. Sikander tidak bisa menerima kalau pertunangannya bersama gadis yang dia cintai putus begitu saja, namun keputusan tetap harus di laksanakan. Pernikahan Zarri Bano dengan kitab suci Al-Qur’an harus terlaksana. Dengan itu api asmara Sikander pun dipaksa padam. Bukan hanya itu penderitaan Zarri Bano yang lebih menyakitkan dalam puncak kekecewaannya, Sikander malah menikahi Rubby adik perempuan Zarri Bano. Demikianlah selama bertahun-tahun kesedihan, dan amarah Zarri Bano berselimut rapih dihatinya, tidak ada seorang pun yang paham akan keinginannya menjadi perempuan yang bisa hidup normal, seorang perempuan yang bisa menikah dan menjadi ibu untuk keluarganya.
Tema utama yang diangkat dalam novel Perempuan Suci ini adalah Realitas seorang perempuan yang hidup di tengah kungkungan tradisi kebudayaan yang dibangun oleh laki-laki. Adapun latar yang digunakan sebagian besar adalah lingkungan rumah, seperti kamar, halaman rumah, sekolah, dan rumah Habib Khan, serta sebagian lagi di Madinah dan Mekah ketika Zarri Bano beserta keluarganya pergi untuk ibadah Haji. Tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini diantaranya (tokoh utama ) Zarri Bano, Sikander dan Ruby, (tokoh antagonis) Habib Khan dan Chanudharani Kaniz, dan (tokoh pelerai atau tokoh bawahan / tritagonis) Shahzada, Jafar, Fatimah, Firdaus, Khawar, Baba Siraj Din, Nessa, Waris, Fazeelet, Fiaz, Kulsoom, Sakina, Bilkis, Ayah Sikander, Nilofer, Gulshan, Bibi Zeenat, Rucksana, Nighat, Ibrohim Musa, Ibu Sadaf, Pa Kinaz, Haris dan Sabra.
Perwatakan yang ditonjolkan oleh tokoh utama Zarri Bano  ini yaitu sabar, bijaksana, gigih, ulet, cerdas, keras, ikhlas, tulus, jujur, tawaqal dan taqwa. Novel Perempuan Suci memiliki alur cerita maju-mundur artinya cerita tidak terus menerus menceritakan ke depan tetapi sewaktu-waktu penulis menceritakan kejadian-kejadian yang lampau. Novel ini ditutup dengan happy ending (akhir yang membahagiakan).

B.     Nilai-nilai Islam dalam Novel Perempuan Suci karya Qaisra Shahraz
Sebuah novel ditulis oleh pengarang untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Melalui cerita sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan. Moral ke-islaman dalam karya sastra dapat dipandang sebagai sebuah amanat atau pesan.
 Aspek nilai-nilai Islam dalam novel Perempuan Suci terdapat tiga pokok kategori diantaranya:
1)    Keimanan (aqidah)
Masalah aqidah adalah I’tiqob bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang berhubungan dengan rukun iman. Sedangkan dibidang aqidah ini bukan saja pembahasan tertuju pada masalah keimanan saja, akan tetapi meliputi juga masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya, misalnya syirik (menyekutukan adanya Tuhan), ingkar dengan adanya Tuhan dan sebagainya.
Salah satu isi wacana yang menyangkut masalah keimanan dalam novel Perempuan Suci terdapat pada bab 19 halaman 153-154 yaitu:
“Saudariku, akan sangat aneh mengenakan jilbab ini pada awalnya, tetapi kau akan segera terbiasa nanti. Menutupi aurat perempuan adalah bagian dari keyakinan dan budaya kita, sebagaimana yang kau ketahui. Karena itu, tidak ada bedanya gaya berbusana yang digunakan seluruh Muslimah, katakana saja di Iran, misalnya mereka sudah mengenakan pakaian seperti ini sejak revolusi mereka sampei perempuan biasa, yang menggunakannya di luar rumah untuk menutupi aurat mereka. Di sini, di Pakistan, kita selalu mengenakan burqa. Hanya saja, kau tidak pernah mengenakannya sebelumnya dan entah bagaimana akhir-akhir ini jadi tidak mode lagi. Chador menggantikannya. Oleh karena itu, kau akan merasa sedikit aneh pada awalnya. Ayo, kita coba kenakan padamu, ya?”

Wacana ayat yang berhubungan dengan isi novel, terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Nur: 31 yang artinya:
Artinya:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (Depag RI,2006:353.)

2)    Budi pekerti (akhlak)
Masalah budi pekerti (akhlaqul karimah) adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman. Isi wacana yang berhubungan dengan masalah ini terdapat pada bab 8 halaman 79 yaitu:
“Sebagai seorang perempuan dia tidak memiliki kekuatan apa pun dan pendapatnya tidak berarti. Hukum berlaku di antara mereka: kata kaum lelaki adalah perintah, dan mereka dilahirkan untuk dipatuhi. Mereka memiliki kemampuan khusus dalam hal memberi dalih sehingga segalanya terdengar begitu meyakinkan”.

Wacana ayat yang berhubungan dengan isi novel terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 34 yang artinya  
Artinya:
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dank arena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari harta-harta-Nya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawaturkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alas an untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi dan Maha Besar” (Depag RI, 2006: 84).
Dan hadits yang berkaitan dengan ayat di atas, riwayat dari H.R. Nasa’i dan lain-lain, shahih, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik perempuan adalah perempuan yang sholeh. Perempuan yang terbaik yaitu bila kau lihat menyenangkan, bila kau perintah mematuhinya, bila kau beri janji diterimanya dengan baik, dan bila kau pergi dirinya dan hartamu dijaganya dengan baik”.

3)    Keislaman (syari’ah)
Masalah syariah adalah berhubungan erat dengan amal lahir (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan juga hubungan antar sesama manusia. Isi wacana yang berkaitan dengan masalah syariah yaitu: Pada bab 20  hal 164 yaitu:
“Zarri Bano akan menjadi ahli waris saya menjadi Perempuan Suci kami. Dia juga akan menjadi seorang ulama Islam, seorang guru moral dan keagamaan bagi ratusan perempuan muda di kota dan daerah kita, seorang perempuan yang menjadi symbol kesucian dan ibadah dalam bentuk yang paling murni. Kelak kami harap, dia akan memiliki sekolah sendiri, madrasah atau perguruan tinggi miliknya sendiri. Dia akan kembali ke Universitas dan mempelajari agama Islam di tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu, saya berencana mengirimkannya ke Mesir, ke Universitas Kairo, yang merupakan Universitas Islam tertua di dunia Muslim.”

Dan bab 43 hal 315-316 yaitu:
“Di depan mereka terhampar hari ketiga haji yang penting dan akan dilewatkan di daratan terbuka Mina dalam tenda-tenda mereka. Itu adalah sebuah hari yang dirayakan oleh umat Muslim di mana pun-berpuncak pada Idul Adha, hari raya kedua terpenting bagi umat Islam. Pada hari ini, beberapa abad yang lalu, jelas Zarri Bano pada Ruby, “Nabi Ibrahim membalikkan punggungnya tiga kali berturut-turut dan meludah pada setan, sang iblis. Mengikuti teladannya, kita melemparkan kerikil pada tempat yang telah ditandai untuk menunjukkan penolakan pada setan. Setan mencoba menggoda Nabi Ibrahim agar tidak mengorbankan putranya, Isma’il.”

Wacana tersambung dengan ayat Al-Qur’an Surat Al-Hajj ayat 26 yang artinya:

Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun, dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud” (Depag RI, 2006: 335).

Dari penjelasan contoh wacana di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa novel Perempuan Suci memiliki tema nilai-nilai Islam yang kuat. Selain, nilai-nilai Islam yang disampaikan terkait dengan media guna menciptakan pembentukan karakter ada di dalamnya, salah satunya adalah “nilai ke-Islaman” yang disertai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits sebagai penguat.
Dengan demikian pembaca tidak hanya akan memahami tentang isi yang disampaikan sebagai pesan yang hanya direkayasa seperti halnya dalam sebuah cerita fiksi. Tetapi, pembaca dapat memahami bahwa dari tinjauan isi yang ada dalam novel dan dengan tema nilai-nilai Islam yang cukup kuat, cerita yang ada dalam novel tersebut tidak hanya bisa dinilai sebagai novel yang bersifat fiksi saja akan tetapi isi yang didalamnya benar-benar sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagaimana pengertian dari nilai-nilai islam yaitu apa yang dikomunikasikan kepada khalayak yang mengandung ajakan atau pelaksanaan untuk bertambah iman dan takqwa kepada Allah SWT, menampakkan kebenaran, keadilan, kemaslahatan, dan lainnya dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan impementasi dari tauhid. Dari pengertian tersebut novel Perempuan Suci diharapkan bisa menjadi salah satu media nilai-nilai islam yang dapat mengkomunikasikan kepada khalayak untuk bertambah keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT agar menjadi suatu kaum yang khairul ummah.


C.    Kesesuaian Nilai-nilai Islam dalam Novel Perempuan Suci dengan 18 Pilar Pendidikan
Hasil kajian pada novel Perempuan Suci sebanyak delapan belas bab. Penulis menemukan beberapa pola dalam paragraf nilai-Islam sebagai pembentukan karakte yang sesuai dengan 18 pilar pendidikan karakter. Tema-tema dalam novel Perempuan Suci terbagi ke dalam beberapa sub tema dengan pokok cerita yang berbeda. Penulis akan uraikan diantaranya:
Paragraf 2    : Perempuan yang datang bersamamu? Ya itulah Sakina, aku mempertahankan kewarasanku sebagian karena dukungannya. Dia terus bersamaku sejak upacara penasbihan. Tahukah anda lewat dirinyalah sebuah dunia baru terbuka untukku, hari ini aku mendatangi sebuah darbar dan aku menikmati setiap menitnya. Aku sudah membaca dan melafazkan kitab Suci Al-Qur’an dengan kemajuan yang cukup pesat. Aku akan menjadi seorang burung dengan sayap yang terbentang membuatnya terbang melayang memasuki sebuah dunia baru. Sesungguhnya, aku akan terbang minggu depan ke Kairo selama setahun untuk mempelajari Islam di Universitas Kairo (Bab 22: hal 187).

Analisis    : Lewat Sakina lah akhirnya Zarri Bano banyak mengenal kehidupan barunya, dia banyak mempelajari keagamaan dan Sakina pun sering mengajak Zarri Bano ke sebuah darbar. Darbar adalah makam muslim, dengan bentuk serupa mesjid yang biasanya banyak di Ziarahi oleh orang-orang muslim. Zarri Bano saat ini siap dan ikhlas untuk memulai kehidupan barunya dan mendalami setiap detik ajaran agama Islam, dengan keadaan dirinya sebagai Perempuan Suci (Shahzadi Ibadat). Zarri Bano akan berangkat selama satu tahun semata-mata untuk mempelajari dan memperdalam tentang ajaran Islam di sebuah Universitas di Kairo.
Pesan yang ingin disampaikan dalam alur ini adalah: Muslimah sejati itu selalu tampak santai dalam kesibukan, tersenyum dalam kesedihan, tenang di bawah tekanan, tabah dalam kesulitan, dan optimis di depan masalah. Mulailah menyikapi kondisi dengan seindah-indahnya solusi, karena Allah sengaja memberi masalah untuk sebuah pendewasaan dan bukan sebagai hukuman. Jadi tegarlah Muslimah sejati.
Paragraf 1 : Sontak dia merasa takut dengan apa yang sudah dilakukannya. Kata-kata Sikander yang begitu sinis kembali bergaung di kepalanya, dia berkata bahwa dia akan mengundangnya kepada pernikahannya dan dia akan mengingatnya terus hingga akhir hayatnya. Tubuhnya terasa luluh oleh rasa sakit yang tiba-tiba menyengat “Aku akan mencucurkan darah untuknya hari itu”!, ratapannya lirih dengan sepasang mata terus terpejam rapat. (Bab : 16 Hal. 136)

Analisis : Tubuh Zarri Bano terasa lemas oleh kata-kata yang dilontarkan oleh Sikander, hingga terasa sakit di hatinya. Sambil memejamkan matanya Zarri Bano mengucapkan “Aku akan mencucurkan darah untuknya hari itu”!. Maksudnya adalah Zarri Bano pada saat pernikahan Sikander tiba, Zarri Bano akan merasa terluka tang amat sakit, yang mungkin lebih sakit dibandingkan ketika dia harus menjadi Perempuan Suci.
Pesan yang ingin disampaikan dalam alur ini adalah: Ketika kamu melontarkan sesuatu dalam kemarahan, kata-katamu itu akan meninggalkan bekas seperti lubang di hati orang lain. Kamu akan menusukkan pisau kepada seseorang, lalu mencabut pisau itu tetapi tidak peduli berapa kali kamu meminta maaf, luka itu tetap akan ada dan terasa sakit. Karena kata-kata adalah sama buruknya dengan luka fisik. Maka janganlah pernah melontarkan sesuatu yang bisa menyakiti orang lain (menjaga lisan). Dan kita harus yakin bahwa kesedihan dan kesenangan adalah hal biasa yang mengiringi kehidupan, maka tabah dan yakinlah kepada pemilik rasa yakni Allah SWT.

Paragraf 1 : Ya Allah, tolonglah aku! Dia kembali meratap lewat bibirnya yang bergetar dan kering, dia bangkit dengan tabah untuk melakukan shalat malam, dia percaya pada Allah dan hanya kepada-Nya dia akan meminta kedamaian dan ketenangan bathin dia tahu akan mendapatkannya (Bab 34: Hal 259).

Analisis : Zarri Bano memohon pertolongan kepada Allah atas semua masalah yang saat ini dia alami. Dengan bibir yang bergetar dan kering, lalu Zarri Bano melakukan shalat malam yang bertujuan untuk menenangkan dirinya dari masalah yaitu Sikander, laki-laki yang dia cintai dan sekaligus mantan tunangannya akan menikah dengan adiknya yang dia sayangi, namun Zarri Bano yakin Allah hanya menetapkan yang terbaik bagi dirinya dan Allah tidak akan sedikitpun mengecewakannya.

Paragraf 2 : Terkurasnya energi membuatnya mengakhiri doa sepenuh hatinya, Zarri Bano lalu beranjak dari sajadahnya dan duduk di tepi ranjang, dia membuka Kitab Suci Al-Qur’an dan membaca dua surah di dalamnya, juga beberapa halaman Al-Hadits, meniti untaian tasbih sebanyak lima kali, sesuatu yang bisa dilakukannya sehabis shalat, memberinya sebuah tujuan yang lebih jelas dan kegiatan itu telah membawanya pergi dari kekacauan bathinnya” (Bab 34: Hal 260).

Analisis : Setelah selesai shalat malam Zarri Bano biasa membaca ayat suci Al-Qur’an dan beberapa halaman hadits. Itu semua selalu memberi ketenangan pada bathin Zarri Bano, apalagi saat ini Zarri Bano sedang dalam masalah, yang satu-satunya bisa menolongnya adalah Allah dengan cara melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan khidmat.

Paragraf 3 : Kata-kata Zarri Bano itu terdengar menusuk baginya. Mantra itu sudah terucap. Zarri Bano sudah kembali ke dalam cangkang kesolehannya. Mulut Sikander yang berkerut kini membentuk sebuah garis, seulas senyum pahit, ia memang akan menjadi adik ipar Zarri Bano (Bab 34: Hal 264).

Analisis : Ucapan Zarri Bano terdengar menusuk bagi Sikander yang pada saat itu Zarri Bano sempat menyapa Sikander dengan kalimat “Assalamu’alaikum adik Sikander” kata-katanya itu yang membuat Sikander sakit hatinya. Dan mantra itu adalah ucapan Sikander sebelum penasbihan Zarri Bano menjadi Perempuan Suci yang mengatakan: “ Selamat tinggal Zarri Bano, jangan berharap aku akan datang ke upacara penasbihanmu, aku bahkan akan mengundangmu ke upacara pernikahanku. Kau akan mati untuk hari itu aku bersumpah kau tidak akan pernah bisa mengenyahkanku dari benakmu dan hatimu sampai hari kematianmu. Aku menjanjikanmu balas dendam ini, Zarri Bano kau akan berharap tidak pernah mendengar namaku atau melihatku. Dan akhirnya Sikander mewujudkan sumpahnya ini kepada Zarri Bano dengan menikahi adik perempuan Zarri Bano. Akhirnya Zarri Bano sudah bisa menerima dengan lapang, semua kenyataan bahwa Sikander laki-laki yang pernah memikat hatinya, dan sekaligus mantan tunangannya yang mana harus menjadi adik iparnya.
Pesan yang ingin disampaikan dalam alur ini adalah: Percayalah akan ada petunjuk dari Allah dalam setiap langkah, pada saat kita menapaki jalan kehidupan ini. Carilah, gali dan temukan rasa percaya atau keimanan yang kita miliki itu dalam ketenangan di hatimu, walaupun saat itu masalah kehidupan mulai menghadangmu. Sabar dan tabahlah, sebab saat kita telah yakin percaya kepada Allah lah kita memasrahkan semua asa, maka petunjuk itu akan datang dengan tanpa disangka.

Paragraf 2 : Ayolah, Sahiba jangan menangis tentu saja itu tidak akan terjadi, tidak mungkin terjadi pada Zarri Bano kita. Bagaimana mungkin seorang perempuan cantik yang sudah cukup matang untuk menikah dan punya anak bisa dipisahkan dari tugas yang sudah ditakdirkan bagi kita, sebagaimana juga semua perempuan di seluruh dunia? Untuk itulah, Allah menciptakan kita (Bab 8: Hal 80).

Analisis : Fatima terus meyakinkan Shahzada dan dia pun tidak percaya bahwa Zarri Bano gadis cantik dan elok yang sudah matang untuk menikah akan dijadikan Perempuan Suci. Padahal takdir perempuan adalah menikah dan menjadi seorang istri untuk suami serta menjadi ibu untuk anak-anaknya itulah tugas yang sudah di takdirkan Allah kepada insannya (Perempuan).
Pesan yang ingin disampaikan dalam alur ini adalah: Yakinlah apapun cobaan yang kita hadapi adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkannya untuk kita. Dan jangan pernah putus asa, jangan lemah hati karena Allah selalu bersama orang-orang yang sabar.

D.    Media Pembentukan Karakter Melalui novel Perempuan Suci karya  karya Qaisra Shahraz
Menurut YB Mangun Wijaya “ Karya sastra yang berkualitas adalah karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai religious”. Dengan demikian, Qaisra Shahraz telah berhasil menyajikan novel berkualitas karena dalam novel Perempuan Suci nilai-nilai islam begitu kental, pada setiap bagian cerita dalam novel Perempuan Suci terdapat banyak nilai-nilai islam. Setelah penulis meneliti novel Perempuan Suci edisi pertama, agustus 2006 karya Qaisra Shahraz serta berdasarkan langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan tinjauan novel tersebut benar-benar terdapat nilai-niali islam yang membingkai cerita dalan novel yang sudah tersusun dengan baik pula. Selain itu setelah ditinjau cerita novel Perempuan Suci karya Qaisah Shahraz terdapat nilai-nilai ajaran Islam atau aspek islam yang membingkai cerita dalam novel tersebut, bentuk  nilai-nilai islam sebagai sarana pembentukan karakter meliputi: Masalah Keimanan (aqidah), Masalah Keislaman (syari’ah), Masalah Budi Pekerti (akhlaq).
Novel Perempuan Suci terdapat beberapa ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan isi cerita, diantaranya: Surat An-Nur ayat 31, Al-Hajj ayat 26, An-Nisa ayat 34 dan hadits Rasullah. Dari data tersebut, penyampaian pesan yang dilakukan oleh Qaisra Shahraz sangat efektif sebagaimana dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat, penyampaian pesan dikatakan efektif apabila seorang komunikator mampu mengorganisasikannya dalam mengkondisikan suasana menjadi suasana Favorable atau dapat membangkitkan minat, memperlihatkan pembagian secara jelas, sehingga penulis dapat dengan mudah menganalisis isi yang ada dalam novel Perempuan Suci.
Dalam setiap wacana novel Perempuan Suci mengandung bahasa yang indah dalam menyampaikan nilai-nilai islam. Ungkapan-ungkapan yang keluar dari setiap tokoh, bisa menunjukan bagaimana sosok dan kepribadian tokoh tersebut. Agar nilai-nilai islam ini bisa diterima oleh khalayak pembaca, maka tokoh utama memiliki peranan yang sangat penting. Ungkapan yang keluar dari seorang tokoh utama akan menjadi sorotan pembaca. Dan ungkapan-ungkapan tersebut ditunjang dengan dalil yang terpercaya.

BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil tinjauan terhadap data sebagaimana diuraikan pada bab tiga, maka dapat diambil kesimpulan berikut: Nilai-nilai Islam dalam unsur-unsur novel perempuan suci diantaranya:
1.    Keimanan (aqidah), adalah bersifat I’tiqob bathiniyah yang mencakup masalah-masalah yang erat hubungannya dengan rukun iman. Di bidang akidah ini bukan saja tertuju pada permasalahan keimanan saja, akan tetapi masalah-masalah yang dilarang sebagai lawannya. Misalnya dalam isi novel adalah tokoh utama berusaha belajar untuk menutupi aurat, dan dia merupakan sosok perempuan yang taat beribadah, dan menyerahkan segala sesuatu permasalahan kehidupan semuanya kepada Allah Swt.
2.    Pekerti (akhlaqul karimah), adalah sebagai penyempurna keimanan dan keislaman. Misalnya dalam isi novel menyebutkan bahwa lelaki (suami) adalah seorang pemimpin, dan kewajiban sebagai istri yang solehah  adalah berbakti terhadap perintah suami, selagi perintah itu baik.
3.    Keislaman (syari’ah), yaitu yang berhubungan erat dengan lahir (nyata) dalam mentaati semua peraturan/hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dana mengatur pergaulan hidup sesama muslim. Misalnya dalam isi novel menyebutkan seorang anak berbakti terhadap perintah orang tuanya, dan kewajiban setiap kaum muslimin untuk melaksanakan ibadah haji.masing-masing nilai-nilai islam yang telah dikemukakan di atas sesuai dengan salah satu ke-18 pilar pendidikan yaitu religius, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Media yang berupa novel, dalam nilai-nilai islam sebagai media pembentuk karakter dapat mempengaruhi proses penyampaian nilai-nilai islam dari novel Perempuan Suci. Karena makna nilai-nilai Islam sendiri adalah mengajak manusia kepada jalan Allah. Nilai-nilai Islam yang terkandung dalam novel Perempuan Suci memiliki makna yang sangat kuat untuk dapat mempengaruhi pembaca sebagai objek dari nilai-nilai Islam sebagai media pembentuk karakter.

B.    Saran
Saran-saran yang diajukan penulis terkait tinjauan isi dalam novel Perempuan Suci edisi pertama, Agustus 2006 karya Qaisra Shahraz yang didalamnya terdiri dari 68 bab maka sehubungan dengan hal tersebut penulis dapat memberikan dan menyampaikan saran-sarannya sebagai berikut:
1.    Penulis berharap nilai-nilai Islam yang disampaikan diharapkan lebih mengena kepada khalayak pembaca supaya apa yang disampaikan dapat diikuti dan dilaksanakan oleh khalayak pembaca sebagai sarana pembentukan karakter.
2.    Penulis merasa masih memerlukan kritik dan saran atas kekurangan yang ada dalam penulisan ini, baik dari segi isi maupun metodologi penulisan. Dan Penulis berharap para penulisan selanjutnya bisa lebih memahami permasalahan yang akan ditinjau. Agar penulisan yang dilakukan selanjutnya baik tinjauan novel ataupun surat kabar bisa jadi lebih terperinci dan mendalam lagi.



DAFTAR PUSTAKA
Aripudin Acep dan Sambas Syukriadi. (2006). Agama Islam Antar Budaya. Cetakan Kedua. Bandung: KP-HADID.
Depag RI. 2006. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Diponegoro.
Depdikbud.1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Kusnawan Aep. (2004). Ilmu Agama Islam. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Nurgiyantoro Burhan. (2007). Teori Pengkajian Fiksi.  Yogyakarta: Gadja Mada University Press.
Shahraz Qaisra . (2007). Perempuan Suci. Bandung: Mizan Pustaka
TIM LIMA. (2006). Kaidah dan Pelatihan Bahasa Indonesia. Bandung: Pusat Bahasa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung.


Rabu, 14 Maret 2012

Artikel Pandangan Mahasiswa Terkait Surat Dirjen Dikti


Suara Mahasiswa Terkait Kewajiban Menulis Karya Ilmiah
sebagai Syarat Kelulusan
Mahasiswa saat ini sedang digemparkan oleh salah satu surat yang kini telah beredar kepelosok Indonesia mengenai kebijakan Dirjen Dikti menulis karya ilmiah sebagai syarat kelulusan kini berbuah menjadi momok yang menakutkan bagi mahasiswa. Pada umumnya hal yang wajar apabila suara mahasiswa terkait kebijakan Dirjen Dikti ada yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun tak sedikit juga yang menolak. Oleh karena itu, tidak heran apabila para mahasiswa di Indonesia menentang kebijakan Dirjen Dikti.  

Akan tetapi, sepakat dan tidak sepakat bukan menjadi persoalan   yang paling terpenting adalah solusi apa yang meski para mahasiswa suarakan mengenai masalah ini. Menurut Guru Besar Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Prof Yos Johan Utama menilai kebijakan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengenai syarat pembuatan makalah ilmiah untuk kelulusan adalah hal yang baik. Namun, menurutnya realisasi itu memerlukan sarana. “Hal itu bagus, tetapi seharusnya disiapkan dulu sarananya,” katanya.  Ia setuju dengan kebijakan tersebut karena dapat menghindari plagiarisme dan dapat menumbuhkan minat menulis mahasiswa. Namun, ia menyarankan agar Dirjen Dikti menunda dulu realisasinya sambil menunggu sarana siap”. 
 
Selain Prof Yos Johan Utama, penyambutan hangat pun dilakukan oleh  Rektor Universitas Surabaya (Ubaya) Prof. Joniarto Parung memiliki pendapat lain mengenai surat edaran Dirjen Dikti. Menurut dia, publikasi makalah di jurnal ilmiah memang bertujuan bagus, yakni mendongkrak karya ilmiah di kampus. Tapi, caranya dinilai kurang tepat. "Sangat reaktif," ujarnya.                 
Mungkin wacana mengenai kewajiban menulis jurnal ilmiah sebagai salah satu syarat kelulusan bagi mahasiswa S1, S2, dan S3 masih belum banyak terdengar di kalangan mahasiswa. Maklum, surat edaran saja baru beredar di PTS dan PTN Indonesia pada 27 Januari lalu. Namun, beragam reaksi sudah mulai ditunjukkan dari beberapa PTN dan PTS terkait. Beberapa setuju, dan mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut, namun tak sedikit juga yang menolak.
Pernyataan di atas mengenai kebijaksanaan Dirjen Dikti terkait membuat jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan, seakan disambut hangat  oleh keduanya. Namun beda halnya dengan perwakilan Mahasiswa UNICOM lubnamelia  “Kemungkinan besar saya kurang setuju terkait penulisan jurnal. Hal yang patut kita khawatirkan adalah jurnal “abal-abal” yang kemungkinan akan muncul jika kebijakan dari dirjen dikti ini terlaksana. Bagaimana tidak, saat ini sistem infrastruktur negara kita masih dipertanyakan, apalagi untuk proses seleksi dan penyaringan dari kemungkinan plagiarisme. Dengan banyaknya jumlah mahasiswa yang ada di Indonesia.
Ketiga pendapat di atas terkait mengenai surat kebijaksanaan Dirjen Dikti yang mewajibkan untuk menulis jurnal bagi S1,S2 dan S3. Ada yang pro ada juga yang kontra, itu hal biasa dalam pandangan seseorang.
Akan tetapi bagi saya pribadi, itu sah-sah saja dalam artian saya setuju dengan kebijaksanaan Dirjen Dikti. Akan tetapi perlu ditekankan bahwasannya harus ada sarana khusus untuk mengirimkan jurnal tersebut sehingga sah termuat. Seperti halnya pendapat Yos Johan Guru Besar Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, yang menyatakan kesetujuannya  asalkan disediakan sarana atau fasilitas.
Nah, pada dasarnya menurut saya kebijakan ini sebuah penghormatan bagi para mahasiswa agar senantiasa mengembangkan kembali budaya menulis di Indonesia. Mengapa tidak kita selaku mahasiswa yang dikenal sebutan seorang  ilmuan kembali melestarikan keterampilan menulis. Ingat kita sebagai mahasiswa harus berperan aktif dalam membuat karya ilmiah, walaupun tercatat mahasiswa di Indonesia sangat minim dalam memaparkan sebuah tulisan dibandingkan dengan negara kecil seperti  Malaysia. Banyak sekali jurnal-jurnal hasil karya mahasiswa Malaysia yang dimuat oleh lembaga pendidikan.
Maka dari itu, mulailah Dirjen Dikti ingin mengesahkan kewajiban menulis jurnal, yang pada umumnya bertujuan  agar senantiasa  mengembangkan kopetensi dengan negara lain. Meskipun seharusnya Dirjen Dikti harus kembali memberikan sebuah pernyataan yang relevan, dan mendeskripsikan jurnal seperti apa yang layak dimuat oleh para mahasiswa sebagai syarat kelulusan itu. Selain itu, Dirjen Dikti mengadakan seminar-seminar gratis atau pelatihan khusus bagi mahasiswa dalam proses pembuatan jurnal yang tujuannya agar mahasiswa tidak kerepotan serta tidak merasa terbebani saat pengesahan penulisan  jurnal ini terakreditasi. Yang paling penting memberikan sarana/media khusus bagi para mahasiswa dalam mengirimkan jurnal ilmiahnya tersebut. Dengan itu semua keputusan Dirjen Dikti akan mendapatkan tempat khusus di hati mahasiswa. Walupun tidak menuntut kemungkinan, dengan diakreditasikannya kebijakan menulis, akan banyak mahasiswa yang istilahnya plagiarisme. Itu baru kemungkinan dan belum pasti.
Bagi saya kebijakan ini sebagai tantangan  untuk senantiasa menulis dan menulis. Hal positif  yang saya emban terkait kebijaksanaan ini adalah bahwasannya saya tidak harus diam saja tanpa menggoreskan sebuah tulisan, saya sebagai mahasiswa meskinya khawatir apabila tidak bisa menulis. “Kalo hari gini nggak bisa nulis, so gak usah khawatir...”. Ingat, menulis tidak hanya memerlukan bakat. Yang lebih penting dari itu semua adalah mahasiswa harus memulai latihan, latihan dan latihan menulis. Tentu saja, didukung dengan rajin menimba ilmu dari mana saja dan dari siapa saja, dan satu lagi yang terpenting membaca pun harus dijadikan budaya.
Oleh karena itu suara saya Terkait Kewajiban Menulis Karya Ilmiah sebagai Syarat Kelulusan, akan saya sambut dengan hangat selama pihak Dirjen Dikti mengimplementasikan permintaan saya yang dapat dijadikan sebuah masukan bagi para Dirjen Dikti sebelum mengakreditasikan kebijaksanaannya itu.
( ***UMRISTA )
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com pendapat mengenai pengesahan dirjen dikti terkait jurnal












































Selasa, 06 Maret 2012

Pembelajaran Menulis


PENGAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM
ACHIEVMENT DIVISION ( STAD )
BAGI PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS
Rangkuman
Model pembelajaran akan bersangkutan langsung dengan konsep pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Ketiga konsep tersebut pe rlu dikuasai guru dengan terampil. Sebagai acuan proses pembelajaran bahasa Indonesia yang secara ideal harus mencetak lurusan yang terampil berbahasa, orientasi akhir dari proses pembelajaran bahasa ( Kurikulum 2006 ) mengarah pada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, (4) menulis.`
Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut Alwasilah (2003), keterampilan menulislah yang sampai saat ini perkembangannya masih rendah. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan proses pembelajaran menulis adalah model mengajar kooperatif   Tipe Student  Team Achievment Division ( STAD ). Model ini merupakan cabang dari model pemberdayakan interaksi antara siswa dalam dinamika kelompok.
Model Mengajar
Model mengajar ialah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam melaksanakan kurikulum, menyusun materi pengajatan, dan member arah di kelas atau pun lainya. Karakteristik setiap model pengajaran ditandai oleh unsure-unsur (1) Orientation to the model (orentasi model ) menggambarkan tujuan, teori, asumsi, prinsip dan konsep pokok yang mendasar dari sebuah model. (2) the model of  teaching (model mengajar) menggambarkan ketepatan aktivitas yang terjadi.
Terdapat empat unsur yang menjelaskan cara kerja model mengajar yaitu syntax yang berarti penahapan model yang diuraikan kedalam serangkai kegiatan yang kongkrit di kelas, social system yang menggambarkan peranan hubungan guru- murid dan norma yang mengikat mereka dikelas, principal of reaction yang membicarakan bagaimana guru menghargai dan merespons murid, system support yang mengharapkan adanya system tertentu yang dipersyaratkan untuk keberhasilan pelaksanaan model, aplications  memberikan informasi tentang kegunaan model dikelas, instructional and nurturant effect menggambarkan dampak lingkungan belajar yang dapat terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Psikologi Belajar Bahasa
Ada dua teori psikologi belajar bahasa yang diimplementasikan dalam pembelajaran menulis, yaitu :
1.      Teori Behavioristik
Teori ini relative sederhana, yakni suatu pandangan mengenai pilaku belajar yang kuncinya adalah peniruan model. Teori behavioristik menjadi landasan psikologis lahirnya metode audio-lingual dalam pembelajaran bahasa. Belajaran bahasa dilaksanakan dengan menguasai kaidah-kaidah secara mekanistik. Siswa dilatih berbahasa selaras dengan pola yang disepakati tanpa penyimpangan dengan telrnik driil.
2.      Teori Kognitif
Teori ini menegaskan bahwa setiap anak memiliki peranan yang aktif dalam belajar. Pengajaran yang berdasarkan teori kognitif menekankan proses belajar aktif terutama aktif secara mental (melukiskan proses mental atau proses berpikir), di dalam mencari dan menemukan pengetahuan serta menggunakannya. Berbagai bentuk metode belajar aktif seperti metode pemecahan masalah, penelitian, pengamatan, deduktif, induktif dan lain-lain merupakan metode-metode khas dari teori ini.

Landasan Belajar Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang di dasarkan pada paham konstruktivisme. Esensi teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus secara individu menemukan dan mentransfer informasi-informasi kompleks apabila mereka harus menjadikan informasi itu miliknya sendiri (Nur dalam Wikandari, 1999:2).
Ide utama teori ini adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan sendiri, otak siswa dianggap sebagai mediator alami proses masukan dari lingkungannya dan menentukan apa yang akan dipelajari.
Suparno (1997:49) menguraikan prinsip-prinsip teori konstruktivisme  sebagai berikut.
1)      Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara aktif baik melalui proses personal maupun sosial,
2)      Pengetahuan tidak dapat dipindahkan maknanya dari guru kepada siswa.
3)      Siswa membangun pengetahuannya terus menerus sehingga terjadi perubahan konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmiah.
4)      Peran guru hanya membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses pembentukan pengetahuan dapat terjadi dengan mudah.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down (siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan dengan bantuan guru keterampilan dasar yang diperlukan) dari pada bottom-up (membangun keterampilan dasar setahap demi tahap menjadi keterampilan yang lebih kompleks ).

1.      Teori Belajar Piaget
Dalam Teorinya Piaget memandang proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak (Soemanto,1998:130).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa implikasi teori Piaget pada pembelajaran yaitu pembelajaran lebih berpusat pada siswa, artinya pembelajaran menekankan pada proses berpikir sehingga siswa dituntut untuk terlibat di dalamnya.
2.      Teori belajar Vygotsky
Teori Vygotsky didasarkan pada dua ide utama yaitu  perkembangan intelektual dan perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan  bahwa implikasi teori Vygotsky dalam pembelajaran, yaitu penerapan pola pikir bahwa perkembangan kognitif sangat erat kaitannya dengan masukan dari orang lain dan selanjutnya siswa bertanggung jawab untuk mempelajarinya sendiri.
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan merupakan salah satu dari bidang-bidang dalam teori, riset, dan latihan dalam pendidikan. Dalam belajar kooperatif siswa akan mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah-masalah tersebutdengan temannya    ( Slavin, 1995:227).
Slavin menguraikan beberapa nilai positif dalam pembelajaran kooperatif, antara lain:
1)      Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menunjang tinggi norma kelompok.
2)       Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
3)      Siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, dan
4)      Interaksi sesama siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
Selanjutnya Slavin menguraikan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu adanya kelompok yang tidak aktif. Hal ini dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:
1)      Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab terhadap bagian-bagian tertentu dari permasalahan kelompok.
2)      Masing-masing anggota kelompok harus mempelajari materi secara keseluruhan, karena hasil kelompok ditentukan oleh skor perkembangan tiap indvidu.

   Pembelajaran Kooperatif  Tipe STAD (Student Team Achievment Division)
STAD ( Student Team Achievment Division ) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi, dan agar saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya melalui lima tahap, yang meliputi: (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual, (4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan (5) tahap pemberian penghargaan kelompok (Salvin, 1995:71)

Evaluasi Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan evaluasi pada banyak sekolah masih menggunakan system pringkat. Dalam system ini, siswa dibandingkan dengan teman sekelasnya dan dimasukan dalam urutan berdasarkan prestasi belajarnya.
Evaluasi pembelajaran kooperatif berpijak kepada pemikiran dasar bahwa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup.
Metode pembelajaran dan penilaian cooperative learning perlu lebih sering dipakai dalam dunia pendidikan. Agar bisa kondusif bagi proses pendewasaan dan pengembangan siswa, system belajar perlu memperhatikan pula aspek-aspek aftetif, sedangkan system individu mulai memperhatikan aspek efektif untuk mencapai hasil-hasil kognitif. Namun patut disadari, system individu ini bisa membawa dampak efektif lainnya. Sistem pendidikan gotong royong merupakan alternative menarif yang bisa mencegah tumbuhnya keagresifan dalam system  kompetensi dan keterasingan dalam system individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.